Beliaupernah merasakan dada yang sempit dan menahan beban yang berat. Beliau pernah dikucilkan, diblokade, disiksa, dikejar-kejar, dan diperangi. Dada siapa yang tidak akan sempit bila kebaikan dibalas dengan kejahatan. Beban apa yang lebih berat dari beban batin dilempari dengan kotoran manusia, dengan batu, dan dengan caci maki. Manusiaselalu ingin tahu, sejak dulu banyak pertanyaan muncul dan sebagian pertanyaan tidak dapat jawaban sehingga agama yang dibawa Rasul melalui tuntunan Allah datang memberi jawaban. Manusia itu makhluk sosial yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Laut lebih luas dari pada daratan, kebutuhan manusia lebih banyak daripada kemampuannya. Seorangyang beriman ialah ia yang mampu menepati janjinya. Sebaliknya, orang tidak beriman akan beringkar janji. Tiap-tiap dari mereka akan menanggung akibat dan risiko dari sifatnya. Pelajaran lain yang dapat dipetik umat manusia bahwa mengikuti tuntunan Allah SWT dan mengikuti rasul-Nya akan membawa kita menemukan kebaikan. (Aiw/H-3) Pertamakita akan simak tujuan pertamanya, yaitu bahwa menikah itu mengikuti tuntunan para Nabi dan Rasul. Betul sekali sahabat, Apanya yang betul yah? Maksudnya, betul sekali bila ada yang menyampaikan bahwa menikah itu merupakan jalan yang dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul Allah SWT. 11] Dalam tafsir Al Jalalain diterangkan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang menyembah berhala, ketika mereka mengatakan Kami tidak menyembah berhala kecuali karena cinta kepada Allah, agar mereka (berhala-berhala) itu mendekatkan kami kepada-Nya, maka Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ mengatakan kepada mereka apa yang disebutkan di atas, yakni perintah mengikuti Beliau; dengan mentauhidkan Allah (hanya beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala) dan meninggalkan Laluia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam " Rasulullah menjawab,"Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya." . brightenmanabung brightenmanabung Jawabanmengimani seluruh isi Al Qur'antunduk dan patuh terhadap seluruh perintah Allah dan Rasulullah Iklan Iklan Aisyahkis9 Aisyahkis9 Jawabanberiman dari dalam Alquran dan hadisdan menandakan bahwa kita taat kepada perintah Allah dan rasul-nya Iklan Iklan GAMBARAN mengenai keutamaan hari ini dan keutamaan hari Jumat sangat penting bagi umat Nabi Muhammad sebagaimana Rasul memiliki peran besar memikul akidah Islam yang menjadi bekal kaum muslim. Penjelasan mengenai hal itu pun dibahas dalam surat ke-62 yakni Al-Jumu'ah, yang berarti Hari Jumat, dalam Tafsir Al-Mishbah episode 18. Diawali dengan ayat pertama membahas tentang tasbihnya langit dan bumi kepada Allah, ayat selanjutnya membahas mengenai pengutusan Nabi Muhammad untuk mengajarkan bangsa Arab yang masih buta huruf agar bisa membaca dan menulis. Ayat ini menyatakan Nabi Muhammad yang berasal dari masyarakat Arab yang diutus untuk memberikan tuntunan ajaran kepada kaum ummiyin atau kaum buta huruf. Kata ummiyin adalah bentuk jamak dari kata ummiyy dan terambil dari kata umm atau ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaanya dari segi pengetahuan sama dengan keadaanya ketika dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca dan menulis. Allah menyampaikan tuntunan melalui Alquran yang dibawa Nabi Muhammad. Nabi Muhammad diutus karena memang ia pilihan yang bisa berkomunikasi dengan Allah. Manusia selalu ingin tahu, sejak dulu banyak pertanyaan muncul dan sebagian pertanyaan tidak dapat jawaban sehingga agama yang dibawa Rasul melalui tuntunan Allah datang memberi jawaban. Manusia itu makhluk sosial yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Laut lebih luas dari pada daratan, kebutuhan manusia lebih banyak daripada kemampuannya. Dalam diri manusia ada egoisme sehingga perlu diatur karena manusia, masing-masing memiliki kepentingan. Analoginya di jalan raya yang semuanya ingin cepat sampai tujuan. Jika dibiarkan, bisa tabrakan. Maka harus ada polisi lalu lintas untuk mengatur, yang paling tidak punya dua syarat, yakni tidak memiliki kepentingan dan memilki pengetahuian dalam konteks pengaturan jalan. Yang mengatur lalu lintas kehidupan manusia ialah yang paling tahu dan tidak memiliki kepentingan. Allah SWT. Bukan Nabi Muhammad, karena ia juga manusia. Allah yang memberi tahu Nabi Muhammad. Lahirlah ketentuan-ketentuan agama. Terkadang kita disetop, ada yang dilarang, demi kemaslahatan kita. Ada yang dibolehkan, dan yang harus dilakukan. Ini agama, dan karena tidak semua manusia dapat berhubungan dengan Allah, maka Dia memilih rasul-Nya. Nabi Muhammad adalah rasul terakhir, sedangkan ulama-ulama, cendekiawan bertugas sebagai ahli waris Nabi yang menyampaikan. Pesan penting tentang tauhid dan semua petunjuk Allah ditujukan kepada seluruh umat manusia agar tidak tersesat. "Nabi Muhammad diutus untuk memperkenalkan, menanamkan keyakinan keesaan Tuhan, bukan untuk mengenalkan wujud Tuhan," lanjutnya. Pengutusan tersebut adalah karunia dari Allah untuk memuliakan para hamba yang dipilih-Nya, dan hanya Allah-lah pemilik karunia yang agung. Wan/H-3 Tujuan lain dari diutusnya para rasul adalah untuk menyampaikan agama Allah. Andai saja para rasul tidak pernah diutus, maka manusia pasti tidak akan tahu berbagai hal yang berhubungan dengan ibadah. Jika mereka tidak diutus, perintah dan larangan Allah pasti takkan pernah sampai ke tangan kita dan kita juga tidak akan mengetahui kewajiban kita atau pun mengerti arti shalat, puasa, zakat, dan haji. Selain itu, kita juga tidak akan mengetahui larangan berbagai perkara haram semisal minuman keras, judi, zina, monopoli, dan riba. Kita dapat mengetahui semua aturan itu hanya dari para rasul dan nabi. Secara ringkas kita dapat menyebut peran para rasul ini dengan istilah tugas menyampaikan risalah’ wazhîfah al-risâlah. Semua rasul dan nabi membawa risalah tertentu yang berbeda satu sama lain dalam masalah-masalah cabang furû’ tapi mereka semua menyampaikan hal yang sama pada masalah-masalah pokok.[1] Al-Qur`an juga menjelaskan tujuan dan tugas umum yang dipikul para nabi dan rasul. Allah berfirman “Yaitu orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” QS al-Ahzâb [33] 39. Jadi, para nabi dan rasul memang diutus untuk mencapai tujuan tersebut. Mereka sama sekali tidak peduli akan segala bentuk siksaan dan para durjana yang menyerang mereka dalam menjalankan tugas mereka. Kalau pun mereka mengenal rasa takut, maka satu-satunya ketakutan yang mereka miliki hanyalah kepada Allah Swt. Berkenaan dengan hal ini, Allah berfirman kepada Rasulullah “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari gangguan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” QS al-Mâidah [5] 67. Lewat ayat ini seolah Allah berkata kepada Rasulullah “Jika kau mengabaikan perintah untuk menyampaikan risalah-Ku, maka tindakanmu itu tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran atas tugasmu sebagai pribadi. Melainkan akan menjadi masalah yang menyangkut kehidupan sosial dan indovidual setiap manusia. Karena kewajibanmu adalah untuk menerangi jalan yang ditempuh umat manusia. Maka jika kau mengabaikan tugasmu itu, niscaya umat manusia akan tersesat dalam kegelapan.” Tentu saja, Rasulullah telah memahami betapa penting risalah yang diembannya, sebab kalau bukan disebabkan peran penting risalah tersebut, tentulah beliau tidak akan pernah diminta untuk melaksanakan tugas tersebut. Setelah Rasulullah selesai menerima tanggung jawab untuk menyampaikan risalah yang dititipkan padanya, beliau pun mengorbankan seluruh jiwa-raga demi memenuhi tugas tersebut. Dengan susah payah beliau menyampaikan ajaran yang beliau terima dari Allah, mengetuk setiap pintu, dan mencari satu persatu orang-orang yang mau menerima seruan dakwah beliau. Pada tahap awal, reaksi yang muncul dari orang-orang kafir ketika menerima dakwah Islam adalah tidak peduli dan memutuskan hubungan dengan Rasulullah. Setelah itu, mereka akan mulai mencaci dan menghina. Pada tahap akhir, mereka akan mulai menggunakan kekerasan fisik, penyiksaan, dan berbagai bentuk penganiayaan. Mereka mengganggu Rasulullah dengan meletakkan duri di jalan yang biasa beliau lalui, melemparkan kotoran ke kepala beliau di saat shalat, dan berbagai bentuk penghinaan lainnya. Tapi Rasulullah tidak pernah putus asa atau patah semangat. Hal itu dapat terjadi karena beliau menyadari betul bahwa dakwah adalah alasan dan tujuan dari kemunculan beliau di dunia. Tanpa mengenal lelah Rasulullah terus berdakwah kepada semua orang –tak terkecuali para musuh besar beliau- secara terus-menerus dan tetap menyampaikan risalah ilahiyah yang beliau emban. Ya. Entah berapa kali Rasulullah mendatangi para musuh Allah seperti Abu Jahal dan Abu Lahab untuk kemudian menunjukkan jalan hidayah kepada mereka. Beliau tak segan masuk keluar pasar atau menyambangi satu persatu tenda-tenda di padang pasir dengan harapan semoga ada yang mau menerima hidayah. Sering kali semua pintu tampak tertutup bagi Rasulullah. Tapi beliau tak segan untuk mengetuk pintu yang sama dan menyampaikan dakwah yang sama berulang kali. Setelah harapan terhadap penduduk Mekah mulai meredup, Rasulullah pun bergerak menuju Thaif. Sebuah kota wisata yang banyak memiliki taman. Namun penduduk Thaif yang rupanya telah dibutakan oleh kenikmatan, menyambut kedatangan Rasulullah dengan penghinaan yang jauh melampaui apa yang dilakukan penduduk Mekah. Anak-anak Thaif berkumpul bersama orang-orang dungu untuk kemudian melempari Rasulullah dengan batu. Ya. Mereka melemparkan batu ke arah sang Kebanggaan Semesta yang bahkan para malaikat malu menatap wajahnya yang mulia. Penduduk Thaid lalu mengusir Rasulullah sambil terus memaki dan menghujani tubuh beliau dengan batu, sampai-sampai meski Zaid ibn Haritsah –anak angkat Rasulullah- berusaha menjadi pagar pelindung bagi Rasulullah, tapi derasnya terjangan batu tetap mengenai tubuh beliau yang agung sehingga berdarah. Dari tengah kota, Rasulullah menyelamatkan diri ke daerah pinggiran sampai akhirnya beliau tiba di sebuah taman. Pada saat itulah Jibril muncul seraya menyatakan kepada Rasulullah bahwa dia siap mengangkat gunung untuk ditimpakan kepada orang-orang Thaif yang telah menyakiti beliau. Tapi Rasulullah menolak tawaran Jibril itu meski beliau pun masih memendam kekesalan. Rupanya Rasulullah masih menaruh harap kalau-kalau di satu saat nanti ada penduduk Thaif yang mau beriman kepada beliau. Rasulullah kemudian menengadahkan tangan ke langit seraya berdoa “Wahai Allah, hanya kepada-Mu aku mengadukan lemahnya diriku, sedikitnya dayaku, dan penghinaan manusia terhadap diriku. Wahai Zat yang paling penyayang di antara yang penyayang, Engkau adalah Tuhan bagi orang-orang yang lemah. Engkaulah Tuhanku. Lalu kepada siapa lagi aku meminta pertolongan? Apakah kepada yang jauh yang akan membuatku murung? Ataukah kepada musuh yang Kau telah beri kuasa pada mereka atas diriku? Jika memang Kau tidak murka pada diriku, maka aku tak peduli apa-apa lagi. Tetapi tentu karunia-Mu lebih terasa lapang bagiku. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang menghapus segala kegelapan dan akan membuat semua perkara dunia dan akhirat akan terselesaikan, daripada akan turun padaku murka-Mu atau ditimpakan padaku murka-Mu. Bagimulah segala jalan keridhaan, dan tiada daya upaya serta kekuatan melainkan hanya pada-Mu.” Di tempat itulah Rasulullah dilihat oleh dua anak Rabi’ah bernama Utbah dan Syaibah yang menaruh iba atas apa yang terjadi pada diri beliau. Utbah dan Syaibah lalu memanggil budak mereka yang bernama Addas[2] yang kebetulan beragama Nasrani. Kedua pemuda itu berkata “Letakkanlah setandan anggur ini di atas pinggan lalu berikanlah kepada lelaki itu dan persilakan ia untuk menyantapnya.” Addas mematuhi perintah itu dan menghidangkan anggur milik tuannya kepada Rasulullah Saw. “Makanlah,” ujar Addas. Rasulullah mengulurkan tangannya untuk mengambil anggur seraya berucap “Bismillâh…” dan beliau pun menyantap anggur yang tersaji. Ketika mendengar bacaan basmalah yang diucapkan Rasulullah, Addas terkejut dan kemudian berkata “Demi Allah, ucapan seperti itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini.” Rasulullah Saw. lalu berkata “Darimanakah asalmu? Apa agamamu?” Addas menjawab “Agamaku Nasrani, dan aku berasal dari Ninawa.” Rasulullah lalu berkata lagi “Ternyata kau berasal dari negerinya seorang laki-laki saleh bernama Yunus ibn Matta.” Addas kembali berkata “Apa yang kau ketahui tentang Yunus ibn Matta?” Rasulullah menjawab “Dia adalah saudaraku. Dia adalah seorang nabi, sebagaimana aku juga seorang nabi.” Demi mendengar ucapan Rasulullah Saw. itu, tiba-tiba Addas menundukkan tubuhnya dan mencium kepala, kedua tangan, dan kedua kaki Rasulullah Saw.” Melihat itu, salah seorang putra Rabi’ah berkata kepada saudaranya “Tampaknya budakmu itu telah rusak akalnya.” Ketika Addas mendekat, kedua majikannya berkata “Celakalah kau Addas! Kenapa kau cium kepala, tangan, dan kaki lelaki itu?!” “Wahai Tuanku,” jawab Addas, “Tak ada sesuatu pun di muka bumi yang lebih baik daripada orang itu. Dia telah memberi tahu aku tentang sesuatu yang hanya diketahui oleh seorang nabi.”[3] Sungguh seandainya bukan karena peristiwa di kebun milik Rabi’ah itu, tentulah Rasulullah akan meninggalkan Thaif dengan duka mendalam. Bukan disebabkan perlakuan buruk penduduk kota itu terhadap dirinya, melainkan karena Rasulullah sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan dakwah. Setelah peristiwa di kebun itu, Rasulullah pun gembira karena telah berhasil membuka jalan hidayah bagi seorang budak bernama Addas. Kalau boleh dikatakan, Rasulullah Saw. adalah laksana merpatinya para nabi Yamâmah al-Anbiyâ` yang tidak pernah berhenti mencari hati manusia-manusia bersih yang terbuka bagi kebenaran serta wajah-wajah yang siap menyongsong hidayah. Ketika berhasil menemukannya, beliau pun menukik ke bawah untuk menuangkan isi cawan hidayah yang beliau bawa. Demikianlah yang Rasulullah lakukan seiring dengan semakin kerasnya serangan dan semakin menggilanya kaum kafir yang menentang beliau. Seiring dengan kegilaan kaum kafir ketika berhadapan dengan kebangkitan Islam di timur dan barat, kegilaan mereka semakin menjadi ketika melihat pengikut Rasulullah semakin bertambah dari waktu ke waktu. Kegilaan itulah yang membuat orang-orang kafir mengira bahwa mereka akan mampu memadamkan cahaya Allah. Tapi tak mungkin! Semua upaya yang mereka lakukan tidak lebih dari seperti ketololan orang-orang yang berusaha memadamkan sinar matahari dengan ucapan mereka. Padahal cahaya yang dibawa Rasulullah kala itu, jauh lebih kuat dibandingkan cahaya matahari, karena ia berasal dari cahaya Allah. Kebodohan orang-orang kafir ini dilukiskan oleh al-Qur`an dalam ayat yang berbunyi “Mereka berkehendak memadamkan cahaya agama Allah dengan mulut ucapan-ucapan mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” QS al-taubah [9] 32. Di abad dua puluh, di masa kini, kita masih dapat merasakan gelora membara di dalam jiwa kita yang berasal dari api yang dulu disulut oleh Rasulullah. Saat ini ada jutaan manusia yang siap memikul semangat Rasulullah di pundak mereka demi mengagungkan agama Islam. Rupanya, Allah berkenan terus memperbarui cahaya ajaran Muhammad dan melanjutkan kesinambungan mata rantai emas dakwah Islam. Sementara segala bentuk kedengkian, angkara murka, penindasan, dan bahkan makar serta tipu muslihat yang dilancarkan kaum kafir, ternyata tak pernah bisa menghentikan gerak laju penyebaran Islam. Ya. Benih-benih yang telah disemai dengan keikhlasan ini kelak akan tumbuh, baik cepat maupun lambat. Kalau pun bukan hari ini, maka esok pasti akan muncul ke permukaan. Cahaya yang dulu dinyalakan oleh Rasulullah Saw. takkan pernah padam. Sekarang mari kita kembali ke Rasulullah Setelah menyadari bahwa ternyata kota Mekah belum siap menerima dakwahnya, Rasulullah pun berhijrah ke Madinah untuk melanjutkan penyebaran hidayah Islam di kota itu. Hanya saja, di Madinah Rasulullah harus berurusan dengan kaum Yahudi dan orang-orang munafik. Di tempat baru inilah Rasulullah kembali harus memimpin serangkaian peperangan melawan kaum kafir hingga beberapa gigi beliau harus tanggal, wajah beliau terluka, serta menderita dalam pertempuran. Di kota Madinah Rasulullah juga harus mengalami kelaparan yang parah sampai-sampai beliau harus mengikatkan beberapa butir batu ke perut beliau demi menahan lapar. Demikianlah Rasulullah terus bergerak maju tanpa istirahat atau sekedar melambatkan langkah. Sang Kekasih Allah itu sama sekali tak pernah melepaskan panji-panji dakwah yang beliau genggam. Tak pernah sedetik pun Rasulullah berhenti melakukan tablig dan menjelaskan agama Allah kepada umat manusia dengan sebaik-baiknya. Selama tinggal di Madinah, tak pernah sekali pun Rasulullah mengabaikan tugas membimbing kaum muslimin di tengah kesibukan beliau yang bertumpuk sebagai kepala negara. Arkian, ketika seorang badui datang untuk bertanya tentang sebuah masalah yang sebenarnya telah beliau jelaskan ratusan kali, tak secuil pun ada perasaan kesal di hati beliau. Alih-alih, beliau akan menjelaskan masalah yang ditanyakan itu dengan suka-cita dan penuh kasih. Sebagaimana kita tahu, yang dimaksud dengan tablig al-tablîgh adalah membimbing umat ke jalan yang lurus. Jadi para hakikatnya, tablig adalah rahasia yang tersimpang di balik diutusnya sang Pemimpin para Nabi. Inilah jalan lurus yang telah diketahui dan wajib diketahui oleh setiap mukmin dengan sebaik-baiknya. Sekurangnya empat puluh kali setiap hari kita memohon kepada Allah agar berkenan menunjukkan jalan lurus yang ditempuh para nabi, shiddîqûn, syuhada, dan orang-orang saleh serta agar Dia berkenan menghantarkan kita semua ke tujuan yang telah mereka capai. Tapi jalan yang lurus al-shirâth al-mustaqîm adalah sebuah jalan yang sangat panjang di mana setiap kita memiliki jatah pada bagian mana dari jalan itu yang dapat kita tempuh. Itulah sebabnya Rasulullah sang Nabi Terakhir diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Allah berfirman “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” QS al-Anbiyâ` [21] 107; di samping beliau juga diutus untuk menjadi saksi, pembawa berita gembira, dan pemberi peringatan sebagaimana yang disebutkan oleh ayat al-Qur`an “Hai Nabi sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan.” QS al-Ahzâb [33] 45. Rasulullah yang harus memikul beban berat dakwah kenabian selama dua puluh tiga tahun, terbukti berhasil menunaikan tugas tersebut dengan gemilang sehingga sulit ditemukan bandingannya dalam sejarah. Dengan semangat baja dan rasa cinta kepada Allah yang membara, Rasulullah terus maju menggapai tujuan akhir yang diberkahi oleh Allah Swt. Di penghujung usianya, Rasulullah melaksanakan Haji Wada’, satu-satunya haji yang beliau lakukan. Dan karena Rasulullah melaksanakan ibadah umrah dan haji sekaligus, maka kaum muslimin pun menyebut ibadah haji yang beliau lakukan dengan istilah Haji Akbar.[4] Dalam pelaksanaan ibadah ini, Rasulullah mengendarai unta dan menyampaikan kembali beberapa hal yang beliau anggap perlu untuk disampaikan ulang seperti perkara pembunuhan, fidyah, dan hak-hak wanita. Beliau juga menyinggung masalah riba, hubungan antarsuku bangsa, dan berbagai masalah lainnya. Saat itu, setiap kali Rasulullah selesai menyampaikan sebuah masalah, beliau meminta kesaksian dari semua yang hadir dengan bersabda “Bukankah aku telah menyampaikan hal ini?” Para sahabat pun menjawab “Ya. Kami bersaksi kau sudah menyampaikan itu dan kau telah menunaikan tugasmu dan memberi kami nasehat.” Lalu Rasulullah mengacungkan jari ke langit dan kemudian mengarahkannya kepada para sahabat seraya berujar “Wahai Allah saksikanlah. Wahai Allah saksikanlah. Wahai Allah saksikanlah.”[5] Sungguh Rasulullah memang telah menunaikan tugas dengan sempurna dan beliau bertablig dengan cara terbaik. Itulah sebabnya di penghujung hayatnya Rasulullah merasa tenang, tenteram, dan siap untuk bertemu dengan Tuhannya. Rasulullah adalah sosok yang sangat baik dalam mengawasi dirinya sendiri. Ituah sebabnya di sepanjang hidupnya beliau selalu menjaga diri dengan bertanya “Apakah aku mampu menyampaikan risalah sebagaimana seharusnya? Apakah aku hidup untuk mewujudkan tujuan yang telah membuatku diutus Allah kepada umat manusia?” [1] “Semua nabi bersaudara dari garis ayah. Ibu mereka beragam. Agama mereka satu.” Maksud hadits ini adalah bahwa para nabi bersaudara dari garis ayah meski mereka berbeda dari garis ibu. Mereka juga bersepakat pada masalah dasar agama ushûl al-dîn yaitu akidah tauhid dan mereka berbeda dalam masalah cabang furû’iyyah. Lihat al-Bukhari, al-Abiyâ`, 48; Muslim, al-Fadhâ`il, 145.[2] Dikenal pula dengan nama “Edas”, penerj-[3] Al-Bukhari, Bad` al-Khalq, 7; Muslim, al-Jihâd, 111; al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Ibnu Katsir 3/166; al-Sîrah al-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam 2/60-63.[4] Haji Akbar adalah haji yang dilakukan dengan cara merangkai umrah dan haji sekaligus. Saat ini, banyak umat Islam yang salah mengartikan bahwa yang dimaksud Haji Akbar adalah ibadah haji yang hari pelaksanaan wukufnya jatuh pada hari Jum’at.[5] Al-Bukhari, al-Hajj, 132, al-Maghâzî, 77; Muslim, al-Hajj, 147; Ibnu Majah, al-Manâsik, 84; Abu Daud, al-Manâsik, 56. Jakarta - Iman kepada rasul merupakan satu dari enam rukun iman yang harus diyakini umat Islam. Dalil yang menerangkan perintah beriman kepada rasul Allah ini telah disebutkan dalam Al-Qur' buku Pendidikan Agama Islam oleh Muhammad Hendra, rasul adalah orang pilihan Allah SWT yang diberi wahyu dan wajib untuk menyampaikannya kepada orang lain. Pengertian inilah yang membedakannya dengan nabi. Sebab, nabi tidak wajib untuk menyampaikan wahyu yang beriman kepada rasul Allah terdapat dalam surah An Nisa ayat 136. Dalam ayat ini Dia berfirmanيٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلٰى رَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًاArtinya "Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad dan kepada Kitab Al-Qur'an yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh."Allah SWT juga menerangkan mengenai keberadaan para rasul melalui firman-Nya dalam surah Ar Ra'd ayat اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةً ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗلِكُلِّ اَجَلٍ كِتَابٌArtinya "Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau Muhammad dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu bukti mukjizat melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada Kitab tertentu."Dalil lain yang bersumber dari hadits Rasulullah SAW juga menguatkan mengenai perintah beriman kepada rasul Allah ini. Hadits ini berasal dari Umar bin Al Khattab dalam riwayat Imam Umar bin Al Khattab, selanjutnya ia berkata, "Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam." Rasulullah menjawab, "Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan salat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadan, dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya."Orang itu berkata, "Engkau benar." Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, "Beritahukan kepadaku tentang Iman." Rasulullah menjawab, "Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk." Orang tadi berkata, "Engkau Benar."Allah mengutus nabi dan rasul dalam jumlah yang banyak. Namun, di antaranya banyaknya rasul utusan Allah, hanya 25 nabi dan rasul yang wajib kita satu tugas rasul adalah memberikan kabar gembira dan peringatan kepada umat manusia. Amanah ini disebutkan dalam surah An Nisa ayat 165. Allah SWT berfirmanرُسُلًا مُّبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّٰهِ حُجَّةٌ ۢ بَعْدَ الرُّسُلِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًاArtinya "Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." Simak Video "Permintaan Maaf Wanita Simpan Al-Qur'an Dekat Sesajen-Akui Tertarik Islam" [GambasVideo 20detik] kri/lus Pertanyaan Apa kebutuhan manusia terhadap para nabi? Teks Jawaban Nabi adalah utusan Allah Ta’aa kepada para hamba-Nya menyampaikan kepada mereka perintah-perintah-Nya. Dan memberikan kabar gembira yang telah Allah siapkan mereka kenikmatan bagi orang yang mentaati perintah-Nya dan memberi peringatan kepada mereka dari siksaan yang tetap kalau mereka menyalahi larangan-Nya. Dan mereka juga menceritakan cerita-cerita umat terdahulu dan apa yang menimpa mereka dari siksaan di dunia disebabkan menyalahi perintah Tuhannya. Perintah dan larangan ilahi ini tidak mungkin hanya akal saja untuk mengetahuinya. Oleh karena itu Allah memberikan syariat dan mewajibkan perintah-perintah dan larangan-laranganya. Sebagai bentuk penghargaan kepada keturunan manusia dan penghormatan kepada mereka dalam rangka menjaga kemaslahatannya. Karena manusia terkadang terseret pada syahwatnya sehingga terjerumus pada sesuatu yang diharamkan dan melampai batas kepada manusia sehingga mengambil hak-hak mereka. Maka di antara hikmah nan tinggi Allah mengutus kepada mereka dari satu waktu ke waktu seorang utusan untuk mengingatkan perintah-perintah allah dan memberi peringatan jangan sampai terjatuh kepada kemaksiatan. Membacakan kepada mereka nasehat-nasehat untuk mengingatkan mereka kabar umat terdahulu. Karena kabar yang menakjubkan kalau masuk ketelinga, dan dan makna yang agung dapat membangkitkan pikiran. Berikutnya akan menjadi panduang bagi akal, maka akan bertambah ilmunya, dan benar pemahamannya. Orang yang paling banyak yang mendengar berita, maka dia yang paling banyak lintasan pikiran, yang paling banyak lintasan pikiran, dia yang paling banyak berfikir, yang paling banyak berfikir, dia yang paling banyak ilmunya, yang paling bayak ilmunya, dia yang paling banyak amalnya. Maka tidak ada pilihan lain yang dapat mengganti diutusnya para Rasul. A’lamun nubuwwah, karangan Ali bin Muhammad Al-Mawardi hal . 33 Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah–Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam yang terkenal dengan Ibnu Taimiyah, lahir tahun 661 H dan wafat tahun 728 H, beliau termasuk salah seorang ulama Islam besar mempunyai banyak tulisan nan berharga. Dia berkata, “Risalah kenabian sangat mendesak untuk memperbaiki seorang seorang hamba baik di dunia maupun akhirat. Tidak ada kebaikan di akhirat kecuali dengan mengikuti risalah. Begitu juga tidak ada kebaikan di kehidupan dunia kecuali dengan mengikuti risalah. Maka manusia sangat membutuhkan syariat karena dia berada di antara dua gerak; gerak yang dapat mendatangkan manfaat dan gerak yang mencelakannya. Maka risalah kenabian adalah cahaya di muka bumi dan keadilan di antara hamba-hambanya serta benteng, siapa yang masuk dia menjadi aman. Maksud dari syariat bukan sekedar membedakan antara yang bermanfaat dan yang mencelakai dari secara iderawi saja, karena hal itu bisa dilakkan oleh hewan. Keledai dan unta dapat membedakan dan memilah antara gandum dan debu. Bahkan maksudnya adalah dapat membedakan antara prilaku yang dapat mencelakai pelakunya di kehidupan dunia dan akhiratnya. Dengan prilaku yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhiratnya. Seperti manfaat iman, tauhid, keadilan, kebaikan, kebajikan, amanah, iffah manjaga diri, keberanian, ilmu, kesabaran, memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran, menyambung kekerabatan, berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada tetangga, menunaikan hak-hak, ikhlas beramal karena Allah, bertawakal kepada-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, ridho terhadap dari kondisi dan takdirnya, berserah sepenuhnya akan hikmahnya, membenarkan dan mengakui para Utusannya dari semua apa yang mereka kabarkan dan selain itu yang bisa memberikan manfaat dan kebaikan seorang hamba di dunia dan akhiratnya. Kebalikan dari itu akan mendapatkan kesengsaraan dan kemudhorotan di dunia dan akhiratnya. Kalau bukan karena risalah, maka akal tidak akan mendapatkan petunjuk terkait perincian manafaat dan yang membahayakan di kehidupannya. Di antara kenikmatan Allah yang sangat agung terhadap hamba-Nya dan yang paling mulia kenikmatan atas mereka adalah Allah mengutus para utusan kepada mereka. Menurunkan kitab-kitabnya, menjelaskan kepada mereka jalan yang lurus. Kalau bukan itu, maka mereka posisinya seperti hewan piaraan dan kondisi yang terjelek. Siapa yang menerima Risalah Allah dan konsisten atasnya, maka dia termasuk makhluk terbaik. Siapa yang menolaknya dan keluar darinya, maka dia termasuk makhluk terburuk. Lebih buruk kedudukannya dibandingkan dengan anjing, babi dan lebih hina dari semua yang hina. Tidak akan tetap ada di muka bumi ini kecuali dengan dampak adanya risalah yang ada di antara mereka. Kalau pengaruh Risalah telah hilang di muka bumi dan hidayah petunjuk tertutupi tanda-tanda, maka Allah akan menghancurkan alam dari atas dan bawah dan terjadilah hari kiamat. Kebutuhan penduduk bumi kepada Rasul tidak seperti kebutuhan mereka terhadap matahari, bulan, angin, hujan. Tidak juga seperti kebutuhan orang terhadap kehidupan, tidak seperti kebutuhan mata kepada sinar. Kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman bahkan lebih besar dari itu, bahkan kebutuhannya melebihi dari semua apa yang diperkirakan dan yang terlintas dalam pikiran. Maka seorang Rasul alaihimus salam adalah perantara antara Allah dengan makhluknya dalam perintah dan larangannya. Mereka adalah utusan Allah dan hambanya. Pamungkasan para nabi, pemimpinnya yang paling mulia di hadapan Tuhannya adalah Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam ajmain. Maka Allah mengutusnya sebagai rahmat seluruh alam dan sebagai hujjah bagi orang-orang yang mendapatinya. Juga sebagai hujjah terhadap seluruh makhluk semuanya. Maka diwajibkan kepada para hambanya untuk mentaatinya, mencintai dan menghormati serta membantunya serta menunaikan hak-haknya. Berjanji setia dan kuat dengan beriman kepadanya dan mengikuti semua para Nabi dan Rasul. Memerintahkan pengikutinya orang-orang mukmin untuk berpegang teguh dengannya. Sebab beliau di utus dalam rangka memberi kabar gembira dan peringatan. Menyeruh kepada Allah dengan izinnya dan penuh terang benderang. Maka di akhiri risalahnya, memberi petunjuk dari kesesatan, mengajarkan dari kebodohan, dengan risalahnya dapat membuka mata yang buta, telinga yang tuli, serta hati yang tertutup. Maka dengan risalahnya bumi menjadi terang benderang setelah kegelapan. Menyatukan hati setelah bercerai berai, meluruskan agama yang bengkok, menjelaskan dengan penuh hujjah yang putih. Membuka hatinya dan menghilangkan kesalahannya, Namanya beliau diagungkan. Adapun orang yang menyalahi perintahnya menjadi kecil dan hina. Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam diutus ketika terjadi kekosongan dari para rasul, dan pelajaran dari kitab-kitab. Ketika kalimat-kalimat telah diselewengkan. Syariat-syariat diganti, setiap kaum menyandarkan kepada kezaliman pendapatnya dan menghukumi Allah di antara hambanya dengan perkataan yang rusak serta hawa nafsunya. Maka Allah memberikan petunjuk kepada semua makhluk, menjelaskan jalannya, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam, membedakan antara orang baik dan orang jelek. Siapa yang mengambil petunjuknya, maka dia akan mendapat petunjuk. Dan siapa yang melenceng dari petunjuknya, maka dia akan tersesat dan melampau batas. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada seluruh Rasul dan Nabi. Qoidah Fi Wujubil-I’tishom Birrisalah karangan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juz. 19 hal. 99 – 102. Dari Majmu’ Fatawa. Silahkan melihat kitab Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyyah juz. 2 hal. 216, 236 Kita dapat menyimpulkan kebutuhan manusia terhadap risalah berikut ini Manusia adalah makhluk yang diciptakan, maka dia harus mengenal Penciptanya dan mengenal apa yang diinginkan darinya serta kenapa diciptakan. Seseorang tidak mungkin mengenal itu dengan sendirinya dan tidak ada jalan kepadanya kecuali dengan cara mengenal para Nabi dan Rasul dan mengenal apa yang mereka bawa berupa petunjuk dan cahaya Manusia terdiri dari jasad dan ruh. Makanan jasad adalah yang mudah dari makan dan minuman. Sementara makanan ruh adalah apa yang telah ditetapkan oleh yang menciptakannya. Yaitu agama yang benar dan amal sholeh. Para Nabi serta Rasul datang membawa agama yang benar dan menunjukkan amal saleh Manusia itu beragama sesuai fitrahnya, maka dia harus beragama yang dia anut. Dan agama ini harus benar. Tidak ada jalan menuju agama yang benar kecuali dengan beriman kepada para Nabi dan Rasul serta beriman dengan apa yang mereka bawa. Manusia membutuhkan jalan yang menghantarkan kepada keridhaan Allah di dunia dan menuju ke surga dan kenikmatannya di alam akhirat kelak. Jalan untuk itu semua tidak ada yang dapat menunjukkan kepadanya kecuali para Nabi dan Para Rasul Sesungguhnya manusia itu lemah pada dirinya dan terancam oleh banyak musuh, baik dari setan yang ingin menyesatkan, teman buruk yang menghiasi keburukan. Nafsu yang mengajak kejelekan oleh karena itu dia membutuhkan apa yang dapat menjaga dirinya dari tipu daya musuh-musuhnya. Dan para Nabi dan Rasul menunjukkan akan hal itu dan menjelaskan dengan sangat gambling. Manusian itu makhluk sosial dan berkumpul dengan makhluk lainnya serta berinteraksi dengan mereka. Maka harus ada syariat agar manusia dapat menjaga keadilan. Kalau tidak maka kehidupan mereka mirip dengan kehidupan di hutan. Syariat menjadikan semua hak kepada pemiliknya tanpa berlebihan atau berkurang. Tidak ada yang dapat mendatangkan syariat secara sempurna kecuali para Nabi dan Rasul. Manusia membutuhkan ketenangan dan keamanan jiwa dan menunjukkan kepada sebab-sebab kebahagiaan yang sebenarnya. Hal ini yang ditunjukkan oleh para Nabi dan para Rasul.

dengan mengikuti tuntunan rasul manusia akan